“Dikasih kerjaan, jam 8 masuk, tidak punya keahlian, jam 10 sudah ngopi-ngopi, sudah hilang,” ungkap Mendagri.
Akibat lain, jumlah tenaga honorer terus menumpuk karena kepala daerah yang baru terpilih di pilkada membawa lagi anggota timsesnya menjadi tenaga honorer.
“Begitu ganti pilkada, ketemu pejabat baru, tim suksesnya masuk lagi terus numpuk jumlah tenaga honorer yang tidak punya keahlian khusus,” lanjutnya.
Lebih lanjut Mendagri menjelaskan, menumpuknya tenaga honorer berimplikasi anggaran belanja daerah banyak tersedot untuk gaji pegawai ketimbang belanja operasional atau belanja modal.
“Yang belanja modal, yang betul-betul menyentuh untuk rakyat, membangun jalan, mungkin cuma 15-20 persen, jadi tidak ada kemajuan apa-apa,” tandas Mantan Kapolri ini.
Halaman : 1 2